RuangBerita – Pemerintah Kota Semarang memberhentikan tiga direksi Perusahaan Umum Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Moedal melalui Surat Keputusan Nomor 500/947-949 Tahun 2025 yang diterbitkan 9 Oktober lalu.
Langkah ini menyasar Direktur Utama E Yudi Indardo, Direktur Umum Mohammad Indra Gunawan, dan Direktur Teknik Anom Guritno, yang baru saja menjabat kurang dari setahun dalam masa tugas lima tahun yang seharusnya berakhir pada 2029.
Wali Kota Semarang Agustina Wilujeng Pramestuti, memberikan penjelasan resmi bahwa pemberhentian ini bukan sanksi pribadi atau terbatas pada PDAM semata. Ini adalah bagian dari program pembenahan menyeluruh yang juga menyentuh dua Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) lainnya, yakni Bhumi Pandanaran Sejahtera dan Semarang Zoo.
“Tujuan utama adalah menciptakan manajemen yang lebih profesional dan agresif dalam berbisnis,” kata Agustina.
Ditambahkan bahwa Pemkot Semarang telah menyusun tim khusus untuk evaluasi dan integrasi agar keputusan serentak ini bisa memutus rantai kebiasaan manajemen lama, sehingga aset serta peluang emas ketiga BUMD itu bisa berkembang pesat tanpa hambatan.
Sementara itu, tiga direksi PDAM yang dicopot memprotes keputusan itu. Melalui kuasa hukumya, Muhtar Hadi Wibowo, para direksi ini menolak SK tersebut dan menyatakan bahwa ini adalah bentuk perbuatan melawan hukum (PMH). Menurut Muhtar kebijakan itu sangat merugikan dan melanggar Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
“SK pemberhentian patut diduga merupakan perbuatan melawan hukum yang merugikan, karena SK para direksi baru akan berakhir tahun 2029, dan tidak ada alasan jelas terkait pemberhentian ini. Hasil audit eksternal selalu baik serta kinerja mereka juga memuaskan,” kata Muhtar.
Muhtar juga menguraikan kejanggalan prosedural yang menurutnya tak lumrah dan berbau cacat moral. Mulai dari pemberitahuan mendadak melalui WhatsApp hanya satu jam sebelum acara penyerahan SK yang dibuat dan disebarkan di hari yang sama, hingga proses audit aneh yang mengandalkan data dari 2023 sampai September 2024.
“Padahal direksi baru mulai bertugas justru pada September itu. Lebih lanjut, undangan acara itu tak ditembuskan ke Wali Kota sebagai pemegang saham mayoritas PDAM. Kami melihat ada abuse of power dari Ketua Dewan Pengawas dan anggotanya, yang berpotensi melanggar hak asasi manusia dan norma hukum administrasi,” kata Muhtar .
Ia menegaskan bahwa langkahnya bukan sebuah bentuk perlawanan, namun upaya mempertahankan norma moral dan hukum. Pihaknya sudah menyiapkan rencana keberatan formal.
“Lebih baik dibatalkan oleh beliau daripada harus melalui pengadilan,” pungkas Muhtar.