RuangBerita – Kepala Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI), ST Burhanuddin, menegaskan bahwa penegakan hukum terhadap pertambangan timah ilegal di Indonesia saat ini belum sepenuhnya tuntas. Menurutnya, upaya hukum yang dilakukan sejauh ini baru menyentuh wilayah darat, sementara aktivitas tambang ilegal di wilayah laut belum tersentuh secara maksimal.
“Penegakan hukum pertambangan timah ilegal baru di darat, padahal di laut juga terjadi kerugian negara dan lingkungan yang tak kalah besar,” ujar Burhanuddin dalam keterangannya usai acara penyerahan aset hasil korupsi timah senilai Rp300 triliun kepada PT Timah, didampingi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah, Selasa (7/10/2025).
Burhanuddin menilai, aktivitas tambang ilegal di wilayah laut kini semakin marak karena didukung oleh kemudahan teknologi penambangan. “Perambahannya saat ini bukan lagi di darat saja, tapi sudah di laut. Kalau di hutan masih ada jarak, di laut teknologinya sangat mudah disedot, naik, diurai di atas, selesai. Itu semua perlu pengawasan,” tegasnya.
Melihat kondisi tersebut, Kejaksaan Agung mengusulkan pembentukan kembali Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) yang sebelumnya pernah dibentuk untuk menangani kasus-kasus pertambangan ilegal di kawasan darat. Namun kali ini, Burhanuddin berharap satgas tersebut dapat bersifat tetap atau permanen agar pengawasan dan penindakan dapat dilakukan secara berkelanjutan.
“Wacana kami dengan Pak Kasum tadi seperti itu, untuk membentuk Satgas tetap. Itu ke depan, tapi Satgas PKH saat ini membuat laporan dulu ke Presiden,” pungkas Burhanuddin.
Langkah Kejagung ini diharapkan dapat memperkuat penegakan hukum terhadap praktik tambang ilegal, baik di darat maupun di laut, yang selama ini menyebabkan kerugian besar bagi negara serta kerusakan lingkungan yang luas.