RuangBerita — Tanggal 28 April diperingati sebagai Hari Puisi Nasional di Indonesia. Penetapan ini bukan tanpa alasan, melainkan sebagai bentuk penghormatan terhadap tokoh sastra legendaris Chairil Anwar, yang wafat pada tanggal tersebut pada tahun 1949.
Menurut informasi dari Direktorat Sekolah Menengah Pertama Kemendikbudristek, pemilihan tanggal wafat Chairil Anwar sebagai Hari Puisi Nasional dimaknai sebagai bentuk dramatisasi yang selaras dengan semangat puisi itu sendiri. Chairil dikenal sebagai pelopor puisi modern Indonesia, dengan gaya ekspresif dan penuh keberanian.
Disadur dari buku _Mengenal Lebih Dekat Puisi Rakyat_ karya Sri Khairani Lubis dan tim, istilah puisi berasal dari bahasa Yunani Kuno _poieo_ atau _pocima_, yang berarti “aku membuat.” Puisi telah lama menjadi media ekspresi perasaan, sarana menenangkan hati, serta wadah untuk meningkatkan imajinasi dan kreativitas.
Hari Puisi Nasional tidak hanya memperingati keberadaan puisi sebagai bentuk seni sastra, tetapi juga mengenang jasa Chairil Anwar dalam membentuk identitas puisi Indonesia. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menggagas peringatan ini bersama Musyawarah Nasional Sastrawan Indonesia.
Selain 28 April, puisi juga diperingati pada tanggal 26 Juli sebagai Hari Puisi Indonesia. Tanggal ini bertepatan dengan hari kelahiran Chairil Anwar dan dideklarasikan oleh Presiden Sastrawan Indonesia, Sutardji Calzoum Bachri, pada 22 November 2012.
Kedua tanggal tersebut memiliki makna tersendiri dan sama-sama bertujuan membangkitkan semangat berpuisi di tengah masyarakat Indonesia.
Chairil Anwar lahir di Medan, Sumatra Utara, pada 26 Juli 1922. Ia berasal dari keluarga Minangkabau yang taat beragama. Ayahnya bernama Toeloes dan ibunya Saleha. Meski hidup dalam keterbatasan, Chairil kecil tumbuh dengan kasih sayang penuh dari kedua orang tuanya.
Karya-karya Chairil seperti _Aku_, _Diponegoro_, dan _Derai-Derai Cemara_ menjadi tonggak penting dalam sejarah sastra Indonesia. Ia dikenal dengan julukan “Si Binatang Jalang,” yang mencerminkan semangat bebas dan pemberontakan dalam puisinya.